Selasa, 10 Mei 2011

My Artikel

MulutMu HarimauMu . . . !!

Seperti kata pepatah, “kalau salah jalan Anda bisa kembali, tapi kalau salah bicara, Anda tidak dapat menarik ucapan Anda kembali.”

Diantara karunia Tuhan yang paling besar bagi manusia adalah kemampuan berkata-kata. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya dengan bunyi yang dikeluarkan melalui mulutnya. Berkata-kata merupakan karunia Tuhan yang menjadikan manusia istimewa dari makluk lainnya. Binatang, pohon, angin, air atau apa saja yang merupakan makluk Tuhan tidak mampu bercerita tentang pengalamannya, atau bertanya apa saja yang boleh untuknya, atau bercakap bersenda gurau dengan sesamanya. Namun apabila kita salah dalam menuturkan kata-kata atau kata-kata yang kita ucapkan bersifat ambigu, menyinggung SARA, dan lain sebagainya. Tentu saja itu akan menjadi bumerang untuk kita, karena melalui kata-kata tersebut bisa saja si pendengar akan salah mempersepsi atau bahkan perasaannya itu tersinggung. Oleh karena itu segala perkataan yang akan kita keluarkan sebaiknya difikirkan terdahulu, sebelum merugikan diri kita sendiri.

Kata-kata bagaikan filosofi air
Orang yang paham dan sadar akan kekuatan dinamit kata-kata tentunya akan mengasumsikan bahwa orang yang berkata-kata pastinya akan memakai filosofi air. Dia akan dapat mengukur seberapa besar manfaat atau kehancuran sebagai akibat dari kata-katanya. Jika air sungai yang mengalir pelan, tentu bermanfaat bagi dunia pengairan atau perikanan. Namun jika mengalir sebgai bah tentunya akan merusak segala sektor kehidupan manusia yang ada disekitarnya.

Demikian juga dengan orang yang berkata-kata sebagaimana filosofi air itu, akan mengukur kata-kata yang diucapkannya. Dia akan mengukur kata-kata yang disampaikan akan dapat menghipnotis pendengarnya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat atau berbuat sesuatu yang merusak. Semakin halus, sopan, dan penuh kehati-hatian tentu akan membawa kemanfaatan bagi yang menyampaikannya, demikian juga sebaliknya dengan ucapan yang keras, tidak terkontrol, tidak terarah, berisikan hasutan, dan adu domba hanya deburan cacian dan makian, tentunya akan mambawa akibat yang mengerikan bagi yang mengucapkan atau orang yang terpengaruh olehnya. Bisa jadi dia akan segera dipukuli oleh massa, bisa jadi akan segera terjadi keributan masal akibat kesalahfahaman dan lain sebagainya. Itulah makna dari pernyataan berkata-kata bagaikan filosofi air.

Kedahsyatan kata-kata
Dalam bukunya M. Cutlip dan Allen H Center yaitu “Efektif Public Relations” ditemukan ungkapan bahwa “Kata-Kata Dapat Menjadi Dinamit”. Hal ini merupakan bentuk ungkapan atas realita yang ada dalam masyarakat dimana hanya dengan kata-kata maka satu koloni, daerah atau satu negara dapat hancur. Misalkan saja Hirosima dan Nagasaki yang pada saat itu pemerintah Jepang memberikan himbauan pasukan dan rakyatnya “mokusatsu” yang berarti menyerah, tetapi diterjamahkan oleh kntor berita Domei dengan “abaikan”.

Dengan kata-kata seseorang dapat mengubah pribadi atau sekelompok orang bermental pengecut atau pecundang menjadi seorang pejuang dan pemenang, demikian juga sebaliknya. Dapat dikatakan dengan berkata seseorang bisa menghidupkan dan mematikan.

Disaat acara resmi seperti upacara kenegaraan, kita bisa menemukan para pemimpin bangsa ini berkata-kata dengan serius untuk kepentingan bangsa. Dipanggung hiburan akan memunculkan seorang pengarah acara dengan penampilan yang lucu dan penuh kegembiraan. Di acara belasungkawa atau cara kematian, pembawa acara menyampaikan kata-kata yang penuh haru dan membawa suasana duka cita dengan kepergian sesorang yang dicintai menghadap Tuhan. Dan banyak lagi acara yang berhubungan dengan ketepatan untuk berkata-kata disesuaikan dengan situasi dan kondisi, termasuk berkata untuk menawarkan barang dagangan atau cerita tentang satu kejadian.
Dalam bukunya yang berjudul Mein Kampt, seorang kopral veteran Perang Dunia II yang sempat di juluki “Singa Daratan Eropa” yaitu Adolf Hitler berkata bahwa ia berhasil menaiki tampuk kekuasaan utama sebagai kaisar Jerman disebabkan oleh kemampuannya merangkai dan mengucapkan kata-kata. “ich konnte redden”, katanya. Lebih lanjut Hitler berkata: “Jede grosse Bewegung auf dieser Erde Verdankt ihr Wachsen den Grosseren Rednern und nicht den grossen schreibern” (setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan oleh ahli-ahli bicara dan bukan oleh jago-jago tulisan). Hitler memang dikenal sebagai “singa podium”. Orasinya menawan dan mampu menyedot dukungan rakyat Jerman terhadap dirinya. Hitler adalah satu dari banyak orator ulung dimuka bumi ini.

Kemampuan berbicara bukan saja diperlukan di depan sidang perlemen, di muka hakim, atau di hadapan massa. Tetapi kemampuan berbicara, tidak bisa dilepaskan dari setiap apa yang diinginkan oleh manusia dalam kehidupan keseharian. Bagi orang diinginkan oleh manusia dalam kehidupan keseharian. Bagi orang yang normal maka hampir setiap kegiatan berkomunikasi yang dilakukan akan menggunakan lisan (pembicaraan). Hanya saja tidak semua orang mampu berkata-kata di muka umum secara baik. Banyak orang gagal dalam komunikasi, terhambat penyampaian ide atau pemikirannya kepada orang banyak, karena tidak mempunyai kemahiran merangkai kata-kata. Kemampuan berkata-kata itu sangat penting untuk menyampaikan secara komunikatif, langsung, jelas dan tepat sehingga apa yang menjadi ide, perintah, pesan, atau kehendaknya dapat ditangkap dan dimengerti. Oleh karena itu mulailah dari sekarang untuk melatih kemampuan berbicara, supaya kita menjadi pembicara yang baik dihadapa umum. Kita bisa memulainya dari hal yang terkecil, yaitu menjadi pendengar yang baik, karena sesungguhnya pembicara yang baik adalah mau mendengarkan pembicaraan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar